Senin, 08 Agustus 2011

Analogi dalam Bahasa Indonesia Tidak Selalu Mutlak Sifatnya

              Analogi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia bermakna membuat sesuatu yang baru berdasarkan contoh yang sudah ada. Analogi dalam bahasa artinya suatu bentukan bahasa yang menirukan contoh yang sudah ada. Gejala analogi memegang peranan penting dalam pengembangan dan pembinaan suatu bahasa terutama bahasa yang sedang tumbuh dan berkembang seperti bahasa Indonesia. 
                      Di dalam bahasa Indonesia sudah lama dikenal bentuk: putra-putri, dewa-dewi. Fonem /a/ dan /i/ pada akhir kata memiliki fungsi membedakan jenis kelamin benda yang disebutkan. Berdasarkan bentukan yang telah ada maka munculah bentukan baru: saudara di samping saudari, mahasiswa-mahasiswi, pemuda-pemudi dsb..
                      Seperti diketahui banyak pemerhati bahasa, dalam bahasa Indonesia tidak mengenal alat (bentuk gramatika) untuk menyatakan/membedakan benda-benda jenis laki-laki dan perempuan. Jenis kelamin dinyatakan dengan bantuan kata lain yakni kata laki-laki (pria) dan perempuan(wanita) di belakang kata yang dimaksud, misalnya: murid laki-laki, sauadara perempuan, kakak laki-laki, dsb. Untuk binatang atau tumbuhan digunakan kata jantan dan betina, misalnya: kuda jantan, sapi betina, bunga jantan, bunga betina, dsb..
                Karena unsur a dan i bukanlah asli bahasa Indonesia, maka analogi dengan unsur itu haruslah dibatasi, sekadar yang memang perlu dan tentu saja kata bentukan yang baru jangan sampai bertabrakan arti dengan kata yang sudah ada. Misalnya di samping kata ‘raja’ tidak perlu dibentuk ‘raji’ sebab sudah ada kata lain yaitu ‘ratu’. Oleh karena itu analogi dalam bahasa indonesia tidak selalu mutlak sifatnya.

Tidak ada komentar: