Kamis, 11 April 2013

Buku Ini Aku Pinjam

 Cerpen  (Love Story )
By: Hari Aji al Jatimi
1359476720799111158
sumber gambarucbacabuku.wordpress.com

Cucuran derai-derai  air bercampur debu mengiringi kedatanganku di kota bengawan. Begitu keluar kereta sambutan meriah, tampak bersorak-sorai di ikuti hujan di bulan Juni yang tampak begitu hebat.

“Mas mau kemana”, “jauh atau deket”, sekitar sepuluh abang becak dan driver taksi berebut mengerumuni, “mboten pak dah ada yang jemput kok” begitu tukasku untuk meminta mereka pergi
Dan sekarang  pun waktu menunjukkan pukul 13.00 WIB

“Alhamdulillah, sampai juga di ujung gerbang stasiun Balapan”

Sembari menunggu jemputan, kusempatkan sholat  sembari merilekskan  badan yang pegal. Alhamdulillah. Keluar dari masjid, badan terasa segar, pikiran pun lebih nyaman dari sebelumnya. Dan tiba..tiba tampak seklebat makhluk menyapa…..

“Assalamu’alaikum, mas broo…, masih ingat aku ndak”

Sesosok lelaki berperawakan tinggi menjulang tampak setengah berteriak.

“Wa’alaikumusallam, hemmmm , siapa ya……?”

“Wis piye to mas broo mosok ambek bolo dewe lali”

Berpikir sebentar, tiba-tiba teringat kejadian delapan tahun  yang lalu saat tubuh tak berdaya ini dipukuli. Lima orang preman bersragam SMA. Dan sesosok lelaki heroic yang di hadapanku inilah yang menolong dengan tanpa aling-aling rasa takut. Dialah “Dede kawanku”, yang kebetulan juga ketua ROHIS SMA-ku. Sosoknya memang sudah jauh berbeda, mata sipit, jambang lebat dengan peci madinah tampak menghiasi bentuk kepalanya.

“Oalah kowe to De. Pangling aku,……dah lama juga  ya, sejak kejadian itu” hemmmm!!

“Ah masih ingat saja kau broo, padahal kejadian itu kan sudah lama sekali….aku pun dah lama melupakan”
“Denger dari siapa Ded?”

“Ane denger dari si Joko tuh, temen kita yang sekarang punya usaha batik di KebakKeramat……”

“Dari dia toh…emang sih ane sempat kerja di JAKARTA selepas lulus kuliah dua tahun lalu, tapi….(sempat berpikir)…mmm, ah malas ane ngomong masalah pekerjaan….he..he

“Lha ente ngapain kok bias sampek Solo, bukannya nemuin ortu dulu di Ngawi”?

“Ndak kok, kebetulan aja, ane mau alih profesi broo….ane ingin wirausaha broo, kebetulan si Joko ngajak ane usaha batik, batik produksinya.”

“Iya sih terakhir ketemu si Joko ane kagum broo, baru merintis usaha…keliatannya prospeknya MasyaAllah, “cetar progress”

“Iya ane dengar juga seperti itu, makanya ane bela-belain datang ke Solo Broo”

“Broo Abi, ente dah nikah toh….?”

Sambil tersipu-sipu, senyum mengembang, layaknya adonan kue habis dikasih fermipan

“Ane,…ane…hi..hi..hi…belum nikah broo”

“Nunggu apalagi ente, Bi..Abi”?

Sejenak muncul dalam benak ane, selayang pandang masa kelam goresan masa silam, klasik dan penuh intrik. Mereka-mereka para kaum hawa yang hanya memandang seorang calon pendamping hidup dari sisi  dunia. Harta, tahta…ah apalah….., yang aku tak miliki kesemuanya itu. Beberapa dari mereka yang pernah aku kenal, dan dikenalkan, semuanya sama. Aku sempat berpikir semua kaum hawa matrealistis.

“Heh..heh…ditanya malah ngelamun, mikir apalagi ente Bi..Abi…?”

“Maaf tadi ente nanya apa ya?”Clingak-clinguk ane kagak sadar, apa yang diomongin sohib ane si Dede.

“Allahumusta’an….sadar Bi….jangan ngelamun terus ente?, mikir apa sich?”

“Ndak kok Ded ane cumin mikir pertanyaan ente tadi, nikah…..”

“Mau ente ane kenalin seseorang Sob…?”

“Hmmmmm”

“Heh…ditanya malah ndlongob”

“Siiip, siap…..mau-mau…..”

“Emang siapa sih Ded”

Bener-benar rasa penasaran menyeruak menghujam segumpal darah yang bersemayam di dalam dada.
“Ada deh…., gini aja ane minta nomor ente, nanti ane hubungi, dan maaf ane mau izin dulu ada janji dengan seseorang”

“Assalamu’alaikum”
“Wa’alaikumussalam”

Beberapa menit kemudian mobil jemputan teman datang, dan akupun di antar menuju tempat kos yang telah ia persiapkan sebelumnya.

Dua hari sudah sejak bertemu dengan Dede shohibku itu, rasa penasaran menyeruak…dan hampir-hampir jiwa ini menggalau risau memandang tembok yang seolah berbicara.

Dan tiba-tiba tepat pukul tujuh pagi,“Kring-kring” suara telepon berdering…kudengar kabar dari sohibku Dedi bahwa ane disuruh menemuinya di rumah hijau jalan kapten Mulyadi, No 55 G, Pasar Kliwon.

“Assalamu’alaikum”

Kuketuk pintu sampai tiga kali, dan muncullah sohibku Dede.

“Wa’alaikumussalam, masuk broo”

Lama-sekali perbincangan kami, hal yang biasa sampai yang luar biasa kami obrolkan sampai tibalah pada satu pemungkas obrolan.

“Broo Abi, nanti mau ya tak ajak nazhor/ta’aruf dengan seseorang”

“Siapa broo?”

“Ada deh, yang jelas dia adik dari istriku, alias adik iparku”

“Siaap Sob,…..!!"

Dan ane pun diantar si Dede menuju rumah mertuanya, yang juga rumah calon perempuan yang akan dikenalkan padaku. Sesampai di sana ane dipertemukan dengan bapak si perempuan yang dijodohkan dengan ane sekaligus dengan si perempuan.

“Subhanallah, perempuan ini berniqob” Batin ane
Setelah beberapa saat memperkenalkan diri, diringi pula dengan perkenalan dari pihak perempuan. Dan perempuan di hadapan ane ternyata "berniqob".

“Sebelumnya perkenalkan nama saya Khalila Indah”

Subhanallah, mendengar nama itu muncul sebuah bayangan masa silam. Rupa-rupanya dia adalah seseorang yang dulu pernah membayangi qolbu ini semasa masih bersragam putih abu-abu. Hanya saja waktu itu karena adanya perbedaan pemikiran yang sangat jauh maka aku hanya bisa menyimpan dalam hati. Kejadian waktu itu..benar-benar membekas selayak kisah klasik untuk masa depan.
Namanya Khalilla Indah, nama yang tak asing bagi ane. Dialah sosok yang banyak dibicarakan seisi kelas waktu itu, berbeda dengan ane yang waktu itu hanya seorang pria lugu yang kebetulan menjadi aktivis ROHIS.

Ane dengan Khalilla walaupun sekelas namun jarang berbicara, kecuali pada saat-saat ada tugas kelompok saja.

Yang ane ingat saat itu, sikap dan pemikiran kami jauh berbeda. Jika ane berprinsip mengaharamkan bersalaman dan ghudul bashor terhadap lawan jenis yang bukan mahram, maka berbeda dengan Si Khalila, dia secara kebiasaan sudah terbiasa bergaul dan beberapa kawan termasuk kawan pria.
Khalilla kawanku yang satu ini merupakan sosok pribadi yang menyenangkan serta murah senyum. Pun begitu pula dengan saat berbicara denganku. Dia selalu bersikap ramah. Dan sempat suatu ketika dia mengajak ane bersalaman namun ane tolak, eh malah dia memaksa, walaupun telah kujelaskan dalil-dalil dari kitab suci. Sempat pula saat itu aku ungkapkan sepatah kalimat”maaf engkau belum halal kusentuh, sekali lagi maaf”

Selain kejadian itu ada lagi satu hal yang masih ane kenang hingga kini, yakni janji untuk mengembalikan buku yang pernah ane pinjam.

Bahkan sempat terucap pula janji “Khalil, buku ini tak kenbaliin besok ya, setelah libur semesteran”
Sebelum sempat aku kembalikan buku itu, terdengar kabar bahwa si Khalilla mengajukan surat berpindah sekolah.  Kabarnya dia ikut ayahnya pindah dinas ke Palu Sulawesi Tengah.
--------------------------------------------
Dan hari ini siapa sangka aku dapat mendengar nama itu menyeruak di telinga.
Dan siapa sangka pula nama itu ku dengar lagi di kota ini.

“Di dampingi si ayah, gadis di hadapanku itu membuka niqabnya”

Dan ternyata benar saja ternyata wajah itu seperti wajah yang dulu pernah ku kenal delapan tahun yang lalu.

“Masyaallah, Khalilla Indah, ternyata Allah mempertemukan kita dengan…skenario yang subhanallah luar biasa”

“Ya benar Mas Abi, aku Khalila Indah yang dulu pernah kau kenal. Khalilla indah yang dulu pernah memaksa mas abi bersalaman, meskipun mas abi menolak dengan keras, maaf.”

“He..he…masih ingat to peristiwa delapan tahun yang lalu”

“Masih mas”

Obrolan sepantasnya pun terjadi di antara kami, walaupun tak banyak, sebab kami dulu pernah saling mengenal. Sampai pada momen yang paling mendebarkan……

“Oh ya jika kamu bersedia InsyaAllah dalam waktu dekat, aku akan melamarmu, bagaimana? insyaAllah. Barakallahufiikum kita akan adakan tenggat tunggu untuk berpikir satu minggu, bagaimana?”

“Ngapain nunggu lama-lama mas, aku sudah mendengar dari mas Dede bagaimana keseharian Mas Abi, akhlak Mas Abi, aku pikir engkau adalah sosok yang daat menjadi imam yang baik ….Dan insyaAllah, diri ini akan lapang menerima dirimu”

“Benarkah”

“Baiklah InsyaAllah dalam waktu dekat ini aku akan mengajak keluargaku untuk melamarmu, sekaligus satu hal yang ingin aku sampaikan”

“Izinkan aku mengembalikan buku yang pernah kupinjam delapan tahun yang lalu beserta buku nikah dari KUA.”

“MasyaAllah, buku itu…lama aku mencari, aku lupa kalau ternyata mas Abi yang dulu pernah meminjamnya”

“Ya benar, dan ini sekaligus tanda permintaan maafku atas kelalaianku selama ini”
BUKU INI AKU PINJAM DAN AKAN KU KEMBALIKAN BESOK----- KETIKA AKAD NIKAH KITA



Tidak ada komentar: