Senin, 09 November 2015

Ide Mengatasi Kelangkaan Energi

Sumber artikel Kompasiana/artikel yang pernah dilombakan
Oleh : Hari Aji Rahmat Prasetyo, S. Pd.

Frase Kunci :
Ketahanan Energi
Keadilan EnergI
Realitas dan Pemetaan Potensi Migas Nasional
Indonesia Pengekspor Sekaligus Pengimpor Migas
Profil Tren Migas Nasional
Profil Tren Produksi Migas Nasional 1966-2017
Arti Penting Kaltim dan Blok Mahakam


Selayang Pandang
Swasembada pangan begitu familier di telinga kita. Namun jika kita menilik permasalahan bangsa ini tidak hanya pangan yang perlu swasembada. Swasembada energi pun diperlukan guna menghadapi tantangan bangsa di masa depan. Artinya, saat ini kita mulai harus berpikir bagaimana supaya bangsa ini mampu memenuhi sendiri kebetuhan energinya dengan kemantaban yang berkelanjutan dan berkeadilan.

Dewasa ini justru ketahanan energi kita sangatlah rapuh sehingga membuat ide mengenai kedaulatan energi menjadi ekspetasi tersendiri. Bagaimana kita berbicara kedaulatan energi bila minyak dan gas bumi belum kita optimalkan untuk sebesarbesarnya kemakmuran rakyat? Bagaimana pula ketika sumber daya energi yang kita miliki mampu menerangi negara sahabat, sedang kita sendiri justru mengalami gelap?

Indonesia di takdirkan memiliki sumber daya alam melimpah dengan potensi luar biasa mulai dari migas, mineral batubara, hutan serta lautnya. Namun adegium sederhana yang menyatakan bahwa negara yang memiliki sumber daya besar akan memiliki tingkat keberhasilan besar, jelas tidak terbukti dalam konteks Negara Indonesia.

Negara Indonesia sudah tujuh puluh tahunan merdeka, namun kedaulatan energi kita masih belum dinikmati rakyat secara nyata, rata dan adil. Lihat saja Kalimantan yang merupakan daerah penghasil energi nasional terbesar dengan Blok Mahakamnya, namun ironis, justru di sana masih sering terjadi pemadaman listrik. Belum lagi beberapa kasus di Sumatera Utara, di mana terjadi kurangnya stok energi untuk menyebabkan beberapa industri gulung tikar.

Sekarang pertanyaan yang perlu kita kita renungkan ialah: Benarkah saat ini Indonesia telah mampu memenuhi kebutuhan konsumsi energi nasional secara mandiri? Benarkah Indonesia dapat dengan nyaman mengatur kebutuhan rakyatnya akan energi?

Indonesia Pengekspor Sekaligus Pengimpor Migas

Jika berbicara masalah ketahanan energi nasional maka dapat dikatakan Indonesia tidak berdaulat penuh atas sumber daya energi yang dimilikinya. Sekarang ini 48,4% gas dan 76,3% batubara kita dijual ke luar negeri [IEA, 2007], 41,3% minyak bumi kita juga diekspor [DESDM,2006].

Kondisi yang kita miliki relatif timpang apabila kita bandingkan dengan komposisi energi dunia yang mana masih bertumpu pada minyak bumi (54,4% dari total energi [DESDM, 2005], sementara kontribusi minyak terhadap total energi dunia sudah turun menjadi 35% [IEA, 2007]. Parahnya, justru neraca energi di sektor minyak bumilah yang kurang menguntungkan 44,4% minyak bumi yang kita gunakan berasal dari luar negeri, sebuah komposisi yang rentan terhadap gejolak minyak dunia. Di sisi lain, kita justru mengekspor 45,7% minyak bumi yang kita hasilkan ke luar negeri; kemungkinan karena kemampuan kilang minyak kita yang belum mampu memenuhi seluruh kebutuhan BBM dalam negeri (baru sekitar 67% dari kebutuhan BBM dalam negeri).

Berbagai permasalahan energi saat ini dan yang mungkin muncul di masa depan memerlukan solusi yang tepat dengan pendekatan yang komprehensif. Perencanaan dan pengembangan energi perlu dilakukan supaya dapat menjamin ketersediaaan energi untuk jangka panjang. Untuk itu kebijakan dalam perencanaan energi perlu terus dilanjutkan guna merealisasikan penerapan teknologi energi bersih yang andal, berkelanjutan, dan terjangkau dalam rangka mendukung penyusunan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) dan Rencana Umum Energi Daerah (RUED) sesuai amanat UU No. 30 tahun 2007 tentang energi.

Realitas dan Pemetaan Potensi Migas Nasional

1. Potensi Sumber Daya Minyak Bumi
Cadangan minyak Indonesia tersebar di hampir seluruh wilayah kepulauan Indonesia terutama Pulau Jawa, Sumatera dan Kalimantan. Menurut data terakhir SKK Migas jumlah cadangan terbukti (proven) mencapai 3624,2 MMSTB sedangkan cadangan potensial mencapai 7375,14 MMSTB.

Total cadangan minyak di Indonesia selama 9 tahun terakhir cenderung menurun disebabkan produksi minyak bumi jauh lebih besar dibandingkan dengan penemuan minyak bumi. Meskipun pemerintah telah mengeluarkan sejumlah kebijakan untuk mendukung kegiatan pencarian cadangan minyak bumi baru, namun karena nilai investasi yang tinggi dan faktor kegagalan penemuan besar, usaha ini belum tampak hasilnya.

2. Potensi Sumber Daya Gas Alam
Potensi gas bumi nasional cukup baik berdasarkan data terakhir SKK Migas yang menunjukkan cadangan terbukti (proven) sebesar 100,25 TSCF, dan cadangan potential sebesar 49,04 TSCF. Dengan kapasitas produksi gas bumi sebesar 3,26 TSCF per tahun rasio antara cadangan terbukti dan produksi gas bumi mencapai 32 tahun.

Saat ini, produksi gas terbesar berasal dari Blok Mahakam dan Tengah dengan operator Total E&P Indonesia 306,8 ribu barel setara minyak per hari. Disusul, BP Tangguh dari Blok Berau, Muturi, dan Wiriagar 190,7 ribu barel setara minyak per hari, Conoco Phillips Grissik Ltd dari Blok Corridor 164,2 ribu barel setara minyak per hari, dan PT Pertamina EP 158 ribu barel setara minyak per hari. Kemudian, Vico dari Blok Sanga-Sanga 67,3 ribu barel setara minyak per hari, dan ConocoPhillips Indonesia dari Natuna B 60,3 ribu barel setara minyak per hari. Pemerintah mengandalkan tambahan produksi gas tahun 2013 dari Blok Mahakam 200 juta kaki kubik per hari (MMSCFD) dan Kangean 90 MMSCFD.

[caption id="attachment_415227" align="aligncenter" width="457" caption="gambar 1"]1430832449774872166[/caption]

(Rudianto Rimbono, SKK Migas , Kompasiana Nangkring, Maret 2015)

3. Profil Tren Produksi Migas Nasional 1966-2017
Tren pengelolaan migas secara nasional mengalami fluktuasi seiring dengan berjalannya waktu dan trend perekonomian nasional. Berdasarkan data dari SKK Migas, Indonesia pernah berhasil memproduksi minyak mentah di atas 1 juta barrel per day (BPD) selama periode 1966 s. d. 2006 dengan pencapaian tertinggi tahun 1977 dengan produksi 1,68 juta barrel per day (BPD). Namun setelah era tahun 2006 sampai sekarang jumlah produksi minyak kita tidak lebih dari 1 juta barel perhari.

Berbeda dengan tren produksi minyak yang mulai menunjukkan tren menurun, produksi gas nasional justru menunjukkan tren stabil menaik, puncaknya adalah pada tahun 2011. Pada tahun ini gas yang mampu diproduksi mampu mencapai 1598 MBPD (capaian terbesar sejak tahun 1966). Produksi Gas selama ini lebih banyak terkonsentrasikan untuk memenuhi target ekspor . Konsekuensinya, Indonesia belum dapat menikmati gas secara optimal meskipun harga gas lebih murah dibanding dengan BBM. Baru pada tahun 2013 volume gas untuk memenuhi kebutuhan domestik lebih besar dibandingkan jumlah yang diekspor. Namun saat ini (secara umum) Indonesia masih mengandalkan minyak mentah dengan dengan persentase sebesar 45%, kemudian gas 20%.

[caption id="attachment_415238" align="aligncenter" width="467" caption="gambar 2"]1430832842934737703[/caption]

(Rudianto Rimbono, SKK Migas , Kompasiana Nangkring, Maret 2015)

4.Tren Kegiatan Hulu Migas Tahun-tahun Terakhir
Sekarang, kegiatan di sektor hulu migas memiliki tren yang berbeda dibandingkan pada saat Indonesia menjadi salah satu negara OPEC. Tren yang dominan di sektor hulu migas ini adalah sebagi berikut:
1. Sektor hulu migas didominasi oleh kegiatan yang berlokasi di lepas pantai (offshore), sehingga biaya yang dibutuhkan tentunya jauh dilebih besar.
2. Sektor hulu migas didominasi kawasan timur Indonesia yang perairan lautnya lebih dalam.
3. Temuan (discovery) lebih didominasi gas.
4. Mulai dikembangkannya hidrokarbon non konvensional (CBM).

Dari empat tren di atas dapat disimpulkan bahwa kondisi kegiatan hulu migas sekarang ini menunjukkan kondisi bercirikan lebih padat modal, padat teknologi, dan padat risiko. Artinya pemerintah memerlukan modal yang besar. Modal yang besar itu bisa didapatkan dari Kontraktor atau investor untuk menanamkan investasinya di Industri migas.

[caption id="attachment_415245" align="aligncenter" width="397" caption="gambar 3"]1430833037657210829[/caption]

Rudianto Rimbono, SKK Migas , Kompasiana Nangkring, Maret 2015)

Analis Supply dan Demand Minyak dan Gas Nasional
Seiring dengan peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB) dan jumlah penduduk, konsumsi BBM di Indonesia semakin lama semakin meningkat. Hal ini terlihat dari perkembangan konsumsi minyak mentah yang terjadi selama ini. Di era tahun 70-an, konsumsi minyak hanya dikisaran 100 ribu s. d. 350 ribu BPD. Namun, dari tahun ke tahun konsumsi terus meningkat atau tumbuh di kisaran 6,1% per tahun selama periode 1970 s. d. 2012.

Selanjutnya kondisi yang timpang antara kinerja produksi dan konsumsi minyak, pada akhirnya membuat Indonesia mengalami defisit minyak. Hal ini mulai terjadi pada tahun 2004 di mana Indonesia mengalami defisit minyak sekitar 5 juta ton, kemudian terus merangkak naik hingga tahun 2012 yang mengalami defisit 27 juta ton. Konsekuensi defisit sudah dapat dipastikan bahwa Indonesia harus impor baik dalam bentuk minyak mentah maupun hasil olahan . Ketika impor, otomatis juga dapat berdampak pada neraca perdagangan Indonesia.

Selain memiliki minyak mentah, Indonesia juga memiliki sumber energi primer lainnya yang tidak kalah dalam hal nilai kalori dan ekonomisnya. Indonesia memiliki gas, batu bara, coal bed methane, dan energi terbarukan seperti panas bumi, surya, dan angin.

Khusus tentang gas bumi, Indonesia mempunyai catatan yang juga luar biasa. Sejak tahun 1970 s. d. 2012, Indonesia merupakan negara produsen terbesar gas bumi di Asia Pasifik meskipun khusus untuk tahun 2012 menempati posisi 2 terbesar sebagai negara produsen gas bumi di Asia Pasifik.

Selain fakta di atas dari sisi migas, defisit neraca perdagangan dari sisi migas pada triwulan III-pada tahun 2014 tidak banyak berkurang dari level defisit triwulan II-2014. Kondisi tersebut dipengaruhi ekspor migas yang turun 14,9% (yoy) terutama karena berkurangnya ekspor minyak seiring turunnya harga minyak, meskipun impor migas terkontraksi 6,8% (yoy) terutama karena turunnya impor minyak mentah sejalan meningkatnya pasokan minyak mentah dalam negeri mengikuti kenaikan lifting minyak pada triwulan III-2014.

[caption id="attachment_415247" align="aligncenter" width="604" caption="gambar 4"]1430833137663653897[/caption]

(Sumber : Laporan Neraca Pembayaran Indonesia, bi.go.id)

Seperti telah diketahui salah satu penerimaan negara yang penting dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yakni penerimaan dari ekspor minyak dan gas bumi (migas). Penerimaan migas merupakan bagian dari penerimaan sumber daya alam yang penting selama republik ini berdiri.

Besaran penerimaan dari sisi migas pun setiap tahun besarnya tidak sama, dan hal ini dipengaruhi oleh fluktuasi (1) perkembangan harga minyak mentah di pasar internasional; (2) fluktuasi jumlah produksi (lifting) minyak mentah (3) perkembangan kurs rupiah terhadap dolar AS.

Dengan mendasarkan pada tiga faktor di atas maka untuk menjaga kestabilan penerimaan negara dari sektor migas, maka sudah selayaknya ketiga faktor ini perlu mendapatkan perhatian lebih.

[caption id="attachment_415248" align="aligncenter" width="486" caption="gambar 5"]1430833207996186832[/caption]

(Rudianto Rimbono, SKK Migas , Kompasiana Nangkring, Maret 2015)

Mewujudkan Ketahanan dan Keadilan Energi Nasional

# Pengertian Ketahanan Energi 

European Commission
“Ketersediaan energi di pasar dengan harga yang terjangkau untuk semua konsumen“.

International Energi Agency
"Akses terhadap energi yang memadai, terjangkau dan dapat diandalkan, termasuk ketersediaan sumber daya energi, pengurangan ketergantungan pada impor, penurunan gangguan terhadap lingkungan, persaingan dan pasar yang efisien, ketergantungan pada sumber daya setempat yang bersih lingkungan, dan energi yang terjangkau serta adil“.

D.Yergin
“Akses yang dapat diandalkan dan terjangkau untuk pasokan energi, diversifikasi, integrasi ke pasar energi, dan penyediaan informasi”

Melihat tiga definisi ketahanan energi di atas, kriteria yang ada nampaknya belum optimal dimiliki negara kita. Buktinya seringkali masalahah kelangkaan dan mahalnya harga BBM seringkali masih menjadi bingkai konflik yang memicu kenaikan harga-harga barang, dan sering kali pula menyebabkan merosotnya pertumbuhan perekonomian negara.

Belum lagi bauran energi kita sebagian besar masih di dominasi oleh penggunaan minyak bumi, yang mana proporsi minyak bumi 60% masih diperoleh dari hasil impor. Ironis memang negara kita yang selama ini sebagai penyuplai minyak dunia, sekarang ini justru malah mengimpor BBM. Lalu bandingkan dengan Singapura yang menjadi negara pengeskpor minyak, padahal Singapura tidak memiliki ladang minyak. Lalu bagaimana hal ini bisa terjadi?

Unsur yang ada dalam ketahanan energi nasional selanjutnya adalah penggunaan energi yang terjangkau dan adil. Dari sisi keadilan, suplai energi kita belum bisa dikatakan adil. Jakarta menyedot sebagian energi nasional untuk memenuhi kebutuhan gedung-gedung pencakar langit sedang Kalimantan sebagai penyedia bahan bakar energi justru aliran listrik dan juga ketersediaan akan Migas tidak terpenuhi. Listrik sering dipadamkan, banyak daerah belum teraliri listrik, BBM pun sering langka….melihat fenomena demikian bagaimana bisa dikatakan adil?

Untuk mewujudkan ketahanan energi nasional maka tak ada salahnya kita mulai mengupayakan langkah-langkah jangka pendek-menengah dan juga langkah-langkah jangka panjang.

Langkah Jangka Pendek dan Menengah meliputi :
1. Menghilangkan praktik ‘Mafia Migas’:
* Melakukan pendataan kebutuhan riil BBM untuk menekanimpor, dan membuka secara transparan isu tentang “mafia migas”, se rta membasmi upaya para aktor yang menggunakan BBM dan impor BBM untuk kepentingan (ekonomi dan politik) seseorang atau kelompok tertentu.

** Menghilangkan praktik "mafia migas" di seluruh mata rantai proses bisnis migas serta menciptakan akuntabilitas dan transparansi di seluruh kegiatan migas, melalui:

a Penataan ulang perizinan dan tata niaga dalam impor minyak (termasuk tender wilayah kerja migas dan peran Petral).

b. Pengaturan alokasi gas dan izin distribusi gas, melalui: Pertama, pemberian alokasi gas hanya kepada pembeli yang berhak (eligible buyers). Kedua, pembentukan agregator gas. Ketiga, pemberian izin distributor atau

2. Mengakselerasi pembuatan ‘cetak biru’ infrastruktur gas nasional:
Ide pemerintahan Presiden Joko Widodo untuk mulai akselerasi pembangunan Jaringan Gas Nasional patutlah kita dukung. Sebab gas alam jelas memiliki peran penting untuk masa depan energi Indonesia.

Selama duapuluh tahun terakhir, hampir tidak ada ladang gas darat (onshore) baru yang secara signifikan telah dikembangkan untuk menggantikan ladang gas yang menurun produksinya di Jawa Barat, Sumatera Tengah dan Selatan. Sementara itu gas alam diproduksi di Kalimantan, Sulawesi dan Papua.

Saat ini gas tersebut tidak dapat memasok kebutuhan di Pulau Jawa karena kurangnya infrastruktur transmisi termasuk defisit jaringan pipa dan terminal regasifikasi. Sejalan dengan menurunnya sumber gas lokal di Jawa dan Sumatera Selatan, Indonesia akan membutuhkan infrastruktur regasifikasi LNG baru di Jawa dan Bali, bersama dengan jalur pipa transmisi untuk menghubungkan pasar utama.

Mengakselerasi ‘cetak biru infrastruktur gas’ untukIndonesia harus menjadi prioritas utama bagi pemerintah Presiden Joko Widodo.

[caption id="attachment_415250" align="aligncenter" width="448" caption="gambar 6"]14308335601701959249[/caption]

(Kompasiana Nangkring, Kota Cerdas PGN)

3. Memperbaharui kilang lama dan pembangunan kilang baru secepat mungkin:
Sejumlah faktor seperti usia kilang,teknologi yang masih sederhana, dan fakta bahwa kilang didesain pada saat itu untuk minyak mentah. Indonesia yang berupa sweet and light crude oil,konfigurasi kilang-kilang ini tidak lagi sesuai untuk memenuhi kebutuhan saat ini. Alhasil, harga bensin dan diesel dari kilang-kilang tersebut jauh lebih mahal untuk diproduksi dibandingkan dengan harga produk impor.

Maka guna mendorong daya saing dan profitabilitas, kilang-kilang ini perlu diperbaharui secara signifikan agar hasil produksi minyak dalam negeri dapat bersaing baik secara kualitas maupun dari sisi harga.

Selain dengan memperbarui kilang lama, langkah strategis lain yang dapat dilakukan pemerintah ialah membuat kilang baru. Dengan mengintegrasikan pembaruan kilang lama dan juga pembangunan kilang baru diharapkan produksi minyak nasional akan meningkat.

Pembaruan kilang lama dan juga pembanguan kilang baru diharapkan dapat menjamin ketahanan energi nasional dalam jangka panjang karena dapat meniadakanketergantungan pada BBM impor.

4. Meningkatkan mutu jaringan distribusi bahan bakar:
Indonesia memiliki salah satu rantai pasokan produk bahan bakar yang paling kompleks di dunia karena kondisi geografis (negara kepulauan yang memiliki lebih dari 17.000 pulau) dan sebaran penduduknya. Negara juga bergantung pada impor bahan bakar jadi dari pasar regional dan kemungkinan akan terus membutuhkan impor di tahun-tahun mendatang. Indonesia perlu melakukan investasi secara agresif untuk meningkatkan jaringan infrastruktur bahan bakar, serta fasilitas penyimpanan dan armada tanker demi memastikan keandalan dan efisiensi pasokannya.

Dengan latar belakang tersebut, Indonesia perlu mempertimbangkan tiga hal: 1) melakukan investasi dalam peningkatan kapasitas penyimpanan guna memperoleh keuntungan dari peluang blending dan trading; dan pada saat yang bersamaan juga mengurangi kerentanan terhadap fluktuasi harga; 2) meneruskan penggunaan teknologi canggih seperti gantry otomatis yang memiliki throughput tinggi, serta manajeman operasi terpusat dengan data real-time; 3) mengambil keuntungan dari lokasi geografis dan menjadi pusat alih muatan (trans-shipment
hub) dan perdagangan migas, mengikuti jejak Singapura dan Johor.

5. Meningkatkan profesionalisme BUMN Energi dan institusi pengelola hulu migas dengan cara:
Melakukan transformasi internal terkait seluruh tata kelola perusahaan, termasuk proses bisnis dan governance, misalnya, Pertamina dan PLN menjadi non-listed public company, dengan peningkatan efisiensi agar sejajar dengan perusahaan kelas dunia.
Memastikan tingkat profesionalisme pimpinan BUMN Energi, termasuk pimpinan institusi sektor energi lainnya.

6. Mengurangi ketergantungan pasokan dalam negeri dari
satu negara tertentu dengan mencari sumber pasokan baru. Artinya, menerapkan strategi multisumber.

7. Meningkatkan kegiatan eksplorasi/pencarian cadangan energi fosil baru, baik di dalam negeri maupun di luar negeri untuk menambah cadangan nasional.
Untuk melaksanakan kegiatan ini, Pemerintah perlu membantu sepenuhnya BUMN dan perusahaan nasional sebagaimana yang dilakukan oleh Pemerintah Tiongkok, Vietnam, Malaysia, dan Brasil dalam membantu perusahaan nasionalnya merebut peluang untuk menguasai sumber daya energi nasional dan global.

8. Memperkenalkan insentif yang sesuai (tailored incentives) untuk eksplorasi dan pengembangan minyak dan gas, termasuk minyak non-konvensional
Saat ini dalam situasi darurat migas, Indonesia memerlukan penemuan besar dan juga pengembangan baru dalam sektor minyak dan gas, tetapi saat ini belum melakukan investasi yang memadai dalam hal eksplorasi dan pengembangan. Data menunjukkan realitas yang memprihatinkan dimana cadangan minyak telah berkurang dari 5,6 miliar barel pada tahun 1992 menjadi 3,6 miliar barel pada saat ini.

Di tahun 2012, rasio penggantian cadangan minyak (Reserve Replacement Ratio) hanya sebesar 52%, dibandingkan dengan dengan gas sebesar 127%. Meskipun harga minyak tetap bertahan di tingkat yang tinggi dan terus meningkatnya harga gas alam, kegiatan pengeboran eksplorasi mengalami penurunan, dan di setiap tahunnya hanya sekitar 50% dari sumur eksplorasi yang ditargetkan dilaksanakan pengeborannya.

Untuk mengatasi masalah penurunan produksi, Indonesia perlu melakukan tiga hal: 1) menciptakan insentif tambahan untuk eksplorasi dan pengembangan energi non-konvensional; 2) menegakkan semua kontrak hukum dan memperjelas peraturan pelaksanaan; 3) menangani kasus korupsi di seluruh lini sistem.

.
Langkah Jangka Panjang meliputi :
1. Investasi pada energi terbarukan:

Perkembangan di bidang energi, khususnya semakin berkurangnya cadangan energi tak terbarukan di satu pihak dan tuntutan terhadap alternatif energi terbarukan di pihak lain, menjadi momentum yang sangat penting untuk melakukan kajian yang bersifat komprehensif terhadap kondisi yang akan dihadapi oleh Indonesia di masa depan.

Saat ini, Indonesia sudah tidak dapat bergantung lagi pada sumber energi konvensional semata. Cadangan minyak, gas, dan batubara diprediksikan akan habis dalam waktu yang cukup singkat, tidak lebih dari 50 tahun lagi. Krisis energi yang pernah terjadi dalam skala global pada 70-an bisa saja terulang kembali dan bahkan lebih besar dampaknya bagi negara seperti Indonesia. Oleh karena itu, pengenbangan energi terbarukan seperti panas bumi, hidro, biofuel, biomassa serta nuklir mustilah menjadi perhatian pemerintah.

2. Membangun kapabilitas dan pemimpin lokal yang andal
Indonesia adalah pemimpin energi di masa lalu. Sebagai contoh, pembangunan sistem Production Sharing Contract untuk mengembangkan sumber daya hulu dan didirikannya fasilitas ekspor LNG terbesar di dunia pada era 1970-an. Di masa mendatang, teknologi, kapabilitas, dan pemimpin adalah faktor utama untuk memenangi persaingan.

3. Melakukan diversifikasi energi dengan jenis energi non-BBM yang tidak menimbulkan impor dan dengan mempertimbangkan kesiapan teknologi dalam negeri.

Arti Penting Blok Mahakam Sebagai Contoh Keadilan Energi Nasional



[caption id="attachment_415252" align="aligncenter" width="458" caption="gambar 8"]1430833744576847182[/caption]

Cadangan Energi Kaltim Video Streaming (Youtube) Kompasiana Seminar Nasional - Penyelamatan Sumber Daya Alam Migas di Indonesia (1)



[caption id="attachment_415253" align="aligncenter" width="458" caption="gambar 8"]1430833852994481859[/caption]

Blok Mahakam -Video Streaming (Youtube) Kompasiana Seminar Nasional - Penyelamatan Sumber Daya Alam Migas di Indonesia (1)

Jika berbicara keadilan energi nasioanal maka yang tak elok rasanya ketika meninggalkan daerah. Daerah yang dirasakan belum memperoleh keadilan dari sektor energi adalah Kalimantan. Kalimantan Terlebih di sini Kaltim, tempat di mana Blok Mahakam berada sampai saat ini menjadi salah satu lumbung penyedia minyak dan gas nasional .

Cadangan (gabungan cadangan terbukti dan cadangan potensial atau dikenal dengan istilah 2P) awal yang ditemukan saat itu sebesar 1,68 miliar barel minyak dan gas bumi sebesar 21,2 triliun kaki kubik (TCF). Dari penemuan itu maka blok tersebut mulai diproduksikan dari lapangan Bekapai pada tahun 1974.

Produksi dan pengurasan secara besar-besaran cadangan tersebut di masa lalu membuat Indonesia menjadi eksportir LNG terbesar di dunia pada tahun 1980-2000. Kini, setelah pengurasan selama 40 tahun, maka sisa cadangan 2P minyak saat ini sebesar 185 juta barel dan cadangan 2P gas sebesar 5,7 TCF. Pada akhir maka kontrak tahun 2017 diperkirakan masih menyisakan cadangan 2P minyak sebesar 131 juta barel dan cadangan 2P gas sebanyak 3,8 TCF pada tahun 2017. Dari jumlah tersebut diperkirakan sisa cadangan terbukti (P1) gas kurang dari 2 TCF.

Sejarah yang panjang, di sektor hulu migas Blok Mahakam nampaknya perlu menjadi pelajaran penting bagi pengelolaan industri hulu migas nasional secara umum. Bagaimana KKS yang ada apakah telah mampu mengangkat harkat hidup masyarakat setempat? Apakah KKS yang ada telah memberikan hak yang pantas untuk negara?

Mengingat akan habisnya masa kotrak KKS, TOTAL-INPEX pada tahun 2017, maka seperti telah dipastikan Menteri ESDM Sudirman Said, Blok Mahakam akan diserahkan secara mandiri kepada Pertamina. Pertamina sebagai perpanjangan tangan pemerintah diharapkan mampu setidaknya menstabilkan produksi migas di WK tersebut, lebih elok lagi ketika Pertamina mampu menaikkan jumlah produksi di WK Blok Mahakam.

Bisa dikatakan dengan mengambil alih Blok Mahakam, negara diuntungkan. Diuntungkan karena dalam jangka waktu 5o tahun TOTAL-INPEX mengelola Blok Mahakam, teknologi canggih yang selama ini mereka dgunakan untuk mengelola MIgas akan menjadi milik kita. Tak usah membeli sebab teknologi itu telah kita bayar lewat “Cost Recovery”.

Dari sisi SDM 96% pengelola Blok Mahakam adalah orang Indonesia, maka kekhawatiran akan minimnya teknisi dan ahli dalam mengelola Blok Mahakam dapat ditepis. Syaratnya Pertamina harus mampu memberikan kepastian kepada tenaga kerja yang dulu pernah bekerja di Total-INPEX. Dan diharapkan jangan sampai potensi SDM yang ada lari atau bekerja ke luar negeri sebab jika sampai terjadi maka akan berakibat fatal bagi kelangsungan produksi.

Untuk mengelola Blok Mahakam tentunya membutuhkan pembiayaan yang besar. Maka tak ada salahnya seluruh kompenen dalam negeri dilibatkan untuk menginvestasikan modalnya. Modal di sini bisa diperoleh dari BUMN, BUMD, serta pengusaha lokal nasional yang ada . Intinya di sini segenap komponen dalam negerilah yang diutamakan, untuk menumbuhkan kemandirian komponen bangsa. Efek positif lainnya dengan memanfaatkan komponen dalam negeri maka akan menimbulkan Multiplier Effect bagi industri dalam negeri.

Multiplier Effect yang diharapkan di sini adalah semakin meratanya pertumbuhan industri dalam negeri secara umum serta pertumbuhan industri lokal secara khusus. Seperti diketahui selama ini Tingkat Komponen Dalam Negeri yang terlibat dalam industri hulu migas baru mencapai 54%.

Diharapkan kedepannya jumlah Tingkat Komponen Dalam Negeri bisa ditingkatkan, syukur-syukur 100% industri hulu migas melibatkan TKDN. Dengan melibatkan TKDN diharapkan Multiplier Effect dapat membawa dampak positif bagi keadilan ekonomi serta keadilan energi guna menyongsong era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA).

[caption id="attachment_415255" align="aligncenter" width="467" caption="gambar 9"]1430833897451232415[/caption]

(SKK Migas Outlook Capaian Tahun 2014 & Rencana Kerja 2015, 30 Desember 2014)

Daftar Pustaka dan Daftar Gambar

Arief Budiman. 2014. Sepuluh Gagasan Untuk Menguatkan Kembali Sektor Energi Indonesia. McKinsey & Company
Badan Intelijen Negara (BIN). 2014. Ketahanan Energi Indonesia 2015-2025. Jakarta Pusat : CV Rumah Buku.
Kajian Supply and Demand Energi. Pusat Data dan Informasi Energi dan Sumber Daya Mineral Kementrian Energi             dan Sumber Daya Mineral : Jakarta
Kompasiana Nangkring, Kota Cerdas PGN
Laporan Neraca Pembayaran Indonesia Realisasi Triwulan III-2014. Diunduh dari www. bi.go.id
PGN INSIDE. Edisi 59 / 2013. Refleksi Semangat Perjuangan dan Idealisme Pendiri Bangsa dalam, Pengelolaan                  Sumber Daya Alam Strategis Indonesia - Gas Bumi
Rudianto Rimbono. 2015. Modul SKK Migas : “Industri Hulu Migas” Kompasiana Nangkring, Maret 2015
Tim . 2013 . Outlook Energi Indonesia 2013 : Pengembangan Energi Dalam Mendukung Sektor Transportasi Dan                  Industri Pengolahan Mineral . Jakarta : PTPSE&BPPT.

Video Streaming (Youtube) Kompasiana Seminar Nasional - Penyelamatan Sumber Daya Alam Migas di Indonesia (1)

Tidak ada komentar: